ADIKKU KEKASIHKU
Langit cerah penuh dengan bintang, rembulanpun bersinar dengan terang. Di seberang jalan tepatnya di mushala Arahman terdengar sayup-sayup orang mengaji. Malam yang sedemikian indahnya tak dapat membuat hatiku yang gundah gelisah menjadi seindah malam ini. Betapa tidak, adikku yang selama ini aku sayangngi telah seminggu terbaring di rumah sakit Budi Mulya. Aku tidak tega untuk meninggalkan barang sesat. Ia selalu minta aku menungguinya. Ia tidak mau makan obat jika bukan aku yang meminumkan.
Kedua orang tuaku tepatnya orang tua angkatku menjadi pusing tujuh keliling. Ia sudah berusaha membujuk Adikku untuk minum obat tapi adikku tidak mau. Makan dan minumpun harus aku yang menyuapinya. Sementara aku harus belajar, aku harus mengejar cita-citaku karena aku adalah satu-satunya harapan orang tua kandungku yang berada di kampong. Tapi aku tidak mungkin meninggalkan begitu saja adikku yang sedang sakit.
Malam semakin larut, namun mataku tidak bias terpejam. Kulihat kedua orang tua angkatku sudah tertidur di samping pembaringan Adikku. Sementara itu aku masih duduk di di kursi panjang di depan pintu kamar adikku. Sesekali kulihat adikku yang tangannya terpasang infus. Selimut telah menutupi seluruh tubuhnya kecuali mukannya.
“Mas Pram….” Kudengar adiikku memanggil. Aku pun buru-buru masuk kamar.
“ada apa, Endah.? Perlu saya ambilkan minum?”
“ Tidak usah. Mas..” Jawabnya lirih. Ia berusaha bangkit. Buru-buru kucegah.
“ Jangan dibawa duduk Endah. “ ku baringkan kembali Adikku yang bernama Endah itu ke posisi semula.
“ Mas…, belum tidur? Tidurlah mas… besuk mas kan ke sekolah.”
“Mas belum ngantuk, Endah tidur ya… supaya cepat sembuh. Ingatkan kata dokter. Endah harus banyak istirahat.” Aku duduk di sampingnya sambil memegangi tangannya. Kulihat Endah tersenyum tipis. Masya Allah.. wajah itu kelihatan tenang dan bahagia bila aku duduk di sisi pembaringanya sambil memegang tangannya. Sudah beberapa hari ku perhatikan selalu begitu.
“ Mas pram…. Aku ingin menanyakan sesuatu padamu…”
“ Apa gak besok aja, Endah. Sekarang sudah malam. Ntar lu kelelahan.”
“ Tidak Mas, aku takut tidak ada waktu lagi.” Terdengar suaranya memelas. Aku tidak melarang lagi. Aku hanya mengangguk.
“ Ingat mas… kata-kata mas sejak kita bertemu dulu? Sebelum mas resmi menjadi saudara angkatku? “
“ ya… aku takkan lupa, Endah. Kenapa itu lu tanyakan?”
“ Benarkah Mas Menyayangiku dan akan menjagaku?” tangannya semakin erat memegangiku.
“ Tentu Endah…. Sampai kapanpun aku selalu menyayangimu dan akan menjagamu. Lu kan adikku”
“Jadi… Mas hanya menganggap aku sebagai adik?”
Aku tercengang dengan kata-katanya. Sampai beberapa saat lidahku tak sanggup ku gerakkan. ‘ Ya… endah. Kita kan sudah menjadi saudara. “ tiba-tiba tangannya terkulai dan matanya berlinang air mata. Aku bingung mau berbuat apa dan harus berkata apa. Suasana menjadi hening.
Aku teringat kejadian beberapa hari yang lalu sebelum Endah Masuk rumah sakit. Waktu itu aku sedang berjalan dengan teman sekelasku bernama Mery Andani. Aku dan Mery makan bareng di kantin sekolah. Setelah pulang ke rumah Endah marah-marah kepadakku.
“Mas Pram…. Enak ya berjalan berduaan makan bareng di kantin dengan cewek cantik? “
“Lho… apa maksudmu Endah?” tanyaku bingung.
“ Gak usah berlagak bego deh, Mas….! Tadi pagi Mas makan bareng dengan Mery kan? Mas pacaran ya? Tega-teganya mas Begitu?”
“ Lu tu Ngomong apa si, Endah. Mas tu hanya makan bareng aja. Kok Pacaran… emang gak boleh ya kalau mas pacaran.” Kataku sambil mencolek pipinya.
“ ih…., gak usah colek-colek aku…. Sana pergi aja dengan pacarmu…. Gak usah perhatikan diriku lagi.” Ia langsung pergi masuk kamar dan akupun terduduk bingung.
Beberapa hari kemudian ketika aku sepulang mengantarkan Desi Temanku ke rumahnya, Endah pun marah bukan main.
“ Mas Pram….! Tiga hari yang lalu Mas pacaran dengan Mery, eh tadi malah ngantarin Desi ke rumahnya. Apa sih maksud Mas pram….? Kenapa Mas pram selalu menyakiti hatiku.” Lama aku terdiam. Rupanya adikku cemburu. Jangan-jangan adikku mencintaiku. Ah…, tidak mungkin. Ia marah mungkin karena ia sayang kepadaku . ku singkirkan jauh-jauh pikiranku dari dugaan kalau Endah mencintaiku.
“ Endah, Tadi Mas antarkan Desi itu karena ia pingsan di sekolah, jadi Mas antarkan ia ke rumahnya.”
“ Kenapa mesti Mas Pram yang anterin. Bukankah Dani itu rumahnya berdekatan dengan Desi. Kenapa gak dia yang antar…!”
“ Kebetulan Dani tadi tidak bawa Motor. Lagian Maskan ketua PMR jadi mas punya kewajiban untuk antar dia pulang.”
“ Ah, alasan… jangan di kira Endah gak tau, kalau sebenarnya Mas tu naksir ama Desi. Ya kan…!?”
“ Astaghfirulah…. Endah. Mas tidak sejauh itu. Mas itu menganggap Desi itu sahabat. Begitu juga dengan yang lain. Mas belum siap untuk pacaran.”
“ Mas tinggal pilih, aku atau Desi dan teman-teman cewek Mas Pramono.”
Aku terkejut dengan pertannyaannya. Aku tidak bisa menjawab. Lagian tidak penting untuk kujawab. Akhirnya Endah menggalkanku dengan menangis. Aku hanya duduk di kursi terpaku. Aku tidak berusaha mengejarnya.
“ Ada apa Pram? Kok Endah menangis…? Kamu bertengkar dengan adikmu ya?”
Tiba-tiba bu Murtopo , ibu angkatku datang. Aku terbuyar dari keterpakuanku.
“ Tidak bu…, saya juga tidak tahu kenapa adik tiba-tiba marah-marah pada Pram, Bu.” Jawabku berkilah.
“ Kalau memang tidak ada masalah kenapa Endah marah padamu dan sekarang menangis. Katakan sejujurnya. Kamu itu sudah ibu anggap sebagai anakku sendiri. Jadi tidak perlu kamu tutup-tutupi jika ada masalah.”
“ tadi Pram mengantar teman yang sakit ke rumahnya. Tapi Endah marah-marah”
“ Apa temanmu itu cewek?” Tanya Ibu seperti menyelidik.
“ Ya, Bu. Namanya Desi.”
“ Nah, itu yang membuat Endah marah, kamu tahu gak Pram… Endah itu akan sakit hatinya jika kamu berdekatan dengan teman wanitamu.”
“ Tapi, Bu… Pram kan tidak….”
“ Ya, ibu tahu…. Kamu tidak pacaran dengan Desi. Tapi anggapan Endah kamu itu udah mengkhianatinya . Kenapa si Pram… kamu tidak bisa membuat senang hati adikmu.”
Hatiku rasanya ingin menjerit dan memprotes kata-kata ibu angkatku, namun aku tidak berani. Aku tidak mau dianggap anak yang tidak berbakti kepada orang tua yang selama ini sudah banyak berbuat baik kepadaku. Apa mungkin kukorbankan sahabat-sahabtku demi adik angkatku. Tapi bila aku tidak menuruti adikku pasti ibu angkatku akan memarahiku. Dan aku juga tidak tega melihat adikku sedih. Oh Tuhan… apa yang harus kulakukan.
Aku tersentak ketika mendengar isak tangis Endah.
“Endah, kenapa menangis…., istirahatlah. Biar cepat sembuh ya.”
“Mas…, yang kuharapkan bukan hanya kasih sayang seorang kakak terhadap adiknya, tapi cinta seorang laki-laki terhadap wanita.”
Rasanya seperti ada petir menyambar tubuhku. Jantungku seolah olah berhenti berdetak. Rupanya dugaanku selama ini benar, kalau adikku mencintaiku bukan menyayangiku sebagai kakaknya. Pantas saja jika aku berdekatan dengan teman wanita ia selalu marah-marah. Tapi hatiku tidak bisa menerimannya. Mana mungkin seorang kakak mencintai adiknya walaupun hanya adik angkat.
“ Mas… kenapa diam saja… jawab sekarang….!” Endah mendesakku.
“Lho Pram…. Endah terbangun ya?” tiba-tiba ibu yang tertidur pulas bangun dan mendekati kamu berdua.
“ Ayo, Mas…. Jawab….”
“ Pram…. Endah Tanya apa? Jawablah.” Ibu pun ikut mendesakku.
“ Baiklah endah mau Mas jujur?” Endah mengangguk tanda setuju.
“ Mas tidak mungkin mencintaimu, Endah. Mas ini kan kakakmu. Mana mungkin mencintaimu. Mas sayang kepadamu melebihi apapun juga, tapi bukan cintah Endah.” Akhirnya ganjalan didadaku keluar lewat mulutku. Namun tak disangka-sangka Endah pingsan. Ibu menjerit-jerit dan Bapak pun Terbangun.
“Endah….! Bangun….bangun Endah….! Dokter….dokter…..” keadaan pun menjadi histeris kacau balau. Pasien di kamar sebelah ikut terbangun. Aku segera memanggil dokter jaga.
“ Semua harap tenang dan tolong tinggalkan ruangan sebentar. Akan ku periksa sebentar anak ibu.” Dokter pun dengan cekatan memeriksa Endah. Aku hanya berdiri kebingungan. Setelah dokter keluar kamar, ia menemui kami yag sedang panik di luar kamar.
“ Endah tidak apa-apa. Ia hanya mengalami goncangan jiwa. Nanti kalau sudah terbangun dari tidurnya ia akan baik-baik saja. Tolong jangan membuat hatinya tergoncang lagi, karena akan memperlambat proses penyembuhannya.”
Hatiku terpukul mendengar kata-kata dokter. Gara-gara aku Endah pingsan. Tapi aku terpaksa mengatakannya yang sebenarnya dari pada kelak akan jadi masalah.
Bapak masuk kamar. Aku mau ikut masuk, namun urung karena ibu memegang tanganku.
“ Ibu mau bicara dengan mu Pram.” Ibu mengajakku ke ruang tunggu yang sepi.
Tiba-tiba ibu menampar pipiku. Aku tercengang bukan kepalang. Karena selama ini ibu tidak pernah menamparku. Walaupun Ibu agak bawel tapi ia sayang kepadaku.
“ Pram…. Kau tahu perkataanmu tadi membahayakan nyawa adikmu…” kata-kata ibu lirih tapi tajam setaja pedang yang menghujam ke dadaku.
“ Maafkan Pram, Ibu…, saya tidak bermasud menyakiti hati Endah. Dan saya harus berkata dengan jujur, Ibu.”
“ Ya, tapi buktinya Setelah Kau berkata tidak bisa mencintainya ia menjadi terguncang.”
“ Terus saya harus berkata apa, Bu. Endah minta aku harus jujur.”
“ Emang kenapa kalau kau mencintai Endah, kan tidak ada salahnya. Mana janjimu katanya mau melindungi Endah?”
“ Pram akan berusaha menjaga Endah semampu Pram, Bu tapi kalau mencintainya pram tidak bisa”
“Pram…. Apa terlalu jelek Endah buatmu. Sehingga kau tidak bisa mencintainya.”
“ maaf, Bu. Bukan masalah cantik atau jelek, tapi Pram… belum mau memikirkan soal jodoh. Pram ingin sekolah saya tidak ingin mengecewakan kedua orang tua pram di kampung.”
“ Ibu tahu itu…, saya tidak menyuruhmu menikahi Endah sekarang. Tapi jangan membuat hatinya terluka macam tadi. Kalau terjadi apa-apa dengan Endah mesti kamu bertanggung jawab.”
Aku terdiam, tidak bisa menjawab lagi. Aku tidak mau berdebat dengan ibu angkatku lagi.
“ Pikirkan itu Pram….apa tega kamu melihat adikmu koma lagi….?”
“ ya bu…” terpaksa aku mengiyakan kata-kata ibu. Karena aku tidak mau ibu marah. Yang kupikirkan sekarang Endah adikku yang sedang pingsan. Akhirnya Ibu mengajakku masuk ke kamar Endah. Kulihat endah tidur dengan nyaman. Ibu dan Bapak duduk menjaga Endah.
“ Pram… sekarang kamu tidur…. Sudah pukul 02. Besok kamu sekolahkan.” Bapak mendekatiku dan menyuruhku pindah ke tempat tidur di sebelah Endah. Aku tidak membantah lagi. Ku rebahkan badanku dan berusaha memejamkan mataku. Tak lama kemudian aku tidak ingat apa-apa lagi.
****
Tiga bulan telah berlu, Endah sudah sehat seperti biasanya. Kami pun melakukan aktivitas seperti biasanya. Sekolah bersama dan pulang pun aku selalu mengantarkannya sampai ke rumah. Namun aku sekarang sudah tidak serumah dengan Adikku. Aku Kos dekat sekolah. Kebetulan orang tua angkatku tidak keberatan. Namun sesekali aku tetap ke rumah orang tua angkatku dan tidur di sana.
Rupanya Tuhan tetap mengujiku, Teman-temanku wanita dan pria tidak akrap lagi kepadaku. Namun itu bukan salah mereka. Itu semua karena aku selalu menjaga jarak dengan teman-teman wanita. Semua itu ku lakukan demi Adikku. Aku tidak mau adikku sakit lagi karena melihat aku berdekatan dengan teman wanita. Kendati hatiku sakit tiada terkira dijahui oleh sahabat-sahabatku aku tetap jalani ntah sampai kapan.
Sabtu sore seperti biasa aku mengantar Endah ke rumah. Ketika aku pamit Endah melarangku.
“Mas… pram…. Ku minta malam ini mas tidur sini. Aku ingin menyampaikan sesuatu pada Mas pramono.”
Aduh mulai lagi ni. Pikiranku mulai gelisah lagi. Pada hal aku harus pulang kampung. Karena kedua orang tua kandungku sudah kangen.
“ Tolong, Mas…. Sekali ini aku mohon.”
Aku tak kuasa menolak permintaannya.
“Baiklah, tapi besok pagi saya harus pulang kampong. Ayah dan Ibu menyuruhku pulang.”
“ ya, Mas. Terima kasih.” Jawab Endah. Aku merasa heran dengan sikapnya. Tidak biasa Endah setenang ini jika berbicara denganku.
Setelah sholat Maghrib Endah mengajak ngobrol di ruang tamu. Sementara Bapak dan Ibu menonton Televisi di ruang keluarga.
“Mas, Pram…maafkan aku. Selama ini aku membuat mas pram tersiksa.”
“ Kamu itu ngomong apa Endah, Mas tidak merasa tersiksa kok. Emang lu algojo pa?” aku berusaha membuat suasana ceria.
“ Mas jangan bohong…. Mas dijauhi oleh sahabat-sahabat karena Endah. Mas melakukan itu karena kasihan pada Endah. Aku sadar betapa aku mencintaimu namun Mas tidak mencintaiku. Kata-kata orang bijak cinta tidak harus memiliki.”
“Maafkan, Mas pram, Endah. “
“ Mas Tidak perlu meminta maaf. Aku terlalu ego. Aku memaksakan kehendak untuk memilikimu. Hanya satu permintaanku padamu, Mas…! “
“ Katakan Endah….jangan ragu.”
“ Setelah Endah gak Ada disisihmu, jangan lupakan aku. Aku tetap adikmu. Kuharap aku selalu terukir di hatimu sebagai adikmu.”
“ Insya Allah adikku. Mas akan selalu menyayangimu. “
Kami berduapun berpelukan dan saling menumpahkan kasih sayangnya sebagai adik kakak. Namun pipi Endah basah dengan air mata. Aku tidak tahu air mata bahagia atau duka.
“jaga diri mas baik-baik. Dan ku doakan semoga mas kelak dapat jodoh yang benar-benar mencintaimu.”
“Mas juga mendoakan semoga adikku mendapat pasangan yang benar-benar mencintaimu dengan setulus hati.”
“ Selamat malam Mas. Besuk kalau mau pulang kampung kirim salam buat kedua orang tua Mas dan tidak usah menungguku bangun. Karena mungkin aku akan tidur lama.”
***Tamat***