ASMARA DI BALIK CINTA
(Episode cinta anak ABG)
Karya
A.Aji
BAGIAN 1
Terik mentari membakar bumi memanaskan sang maruta yang bergerak menurut tekanan, mengalir dari satu tempat ketempat lain mengurangi panasnya sang bagaskara yang sedang bertengger di angkasa. Namun begitu tidak dapat mengurangi panasnya hati seorang remaja yang sedang duduk di gazebo taman sekolah.
(Episode cinta anak ABG)
Karya
A.Aji
BAGIAN 1
Terik mentari membakar bumi memanaskan sang maruta yang bergerak menurut tekanan, mengalir dari satu tempat ketempat lain mengurangi panasnya sang bagaskara yang sedang bertengger di angkasa. Namun begitu tidak dapat mengurangi panasnya hati seorang remaja yang sedang duduk di gazebo taman sekolah.
Pemuda itu bertubuh ramping berambut hitam lurus. Mukanya oval mendekati kotak menandakan pemuda itu memiliki keinginan yang kuat untuk dicapai. Bulu alis matanya berbentuk golok tebal dan hitam. Matanya hitam jernih. Hidungnya kecil namun mancung. Bibirnya dihiasi oleh bulu-bulu tipis yang merupakan bakal kumis. Kulitnya berwarna gelap namun tidak mengurangi kegantengannya. Tak heran bila banyak wanita yang mengejar-ngejar nya. Ia bernama Putra saragih. Ia keturunan Batak Jawa.
Saat itu Putra sedang duduk sendirian di Gazebo sembari membawa sebuah buku pelajaran. Kelihatannya Putra tidak membaca buku yang dibawanya karena buku itu hanya dibolak-balik. Sementara pikirannya ntah kemana.
“ Ku tak menyangka begini sakitnya bila dikhianati oleh seorang wanita. Ku tak mengira ia masih juga berhubungan dengan mantannya.” Buku di tangannya diletakkan di bangku panjang tempat ia duduk. Matannya memandang kearah ruang kelas 9 3. Seolah-olah mencari sesuatu muncul dari ruang kelas itu.
“ Putra…. Kok melamun? “ tiba-tiba putra dikejutkan oleh suara pak Ahmad yang kebetulan lewat dekat gazebo.
“ Ah…, Bapak… bikin kaget aja. Darimana pak?”
“ dari kelas 9 5. Ruang kelasmu. Kenapa lu ada di sini? Tadi katanya mau ke toilet?”
“ Ya, pak. Memang tadi saya ke toilet, karena gerah saya duduk sebentar di taman ini.”
“ Bentar gundulmu….! Hamper satu jam pelajaran. Lu permisi gak kembali.” Pak Ahmad menjewer telinga Putra. Putra hanya tersenyum nyengir. Pak Ahmad duduk di samping Putra.sembari menepuk pundak remaja itu.
“Ada apa sebenarnya,Put? Lu sakit? Kalau sakit harusnya lu ke UKS bukan disini melamun.”
“ Nggak pak., hanya…..”
“ Hanya apa…?” potong Pak Ahmad.
“ Putra lagi ada masalah, Pak.”
“ Masalah apa, kalau boleh bapak tahu?”
“ tapi Bapak jangan ngomong dengan orang lain ya, Pak…”
“ Kalau lu gak percaya ama bapak gak usah lu certain.”
“ Emm, aku merasa dipermainkan oleh seorang wanita, Pak.”
“ Masya Allah…., lu udah punya masalah dengan wanita? Lu kan masih SMP kenapa udah punya masalah dengan wanita? Lu pacaran?” Putra hanya mengangguk. Pak ahmad diam sejenak sembari menarik napas dalam-dalam.
“ Tu akibatnya kalau anak baru gede udah pacaran. Siapa wanita yang lu maksud”
“Ah…, Bapak ini. Ntar Bapak bilang-bilang ama anak-anak lain.” Jawab putra. Mereka berdua seperti bukan guru dengan muridnya tapi selayaknya teman. Memang Pak Ahmad adalah salah satu guru di SMP Negeri Wiratha yang sangat akrap dengan siswanya. Sehingga banyak siswa yang curhat dari mulai pelajaran sampai ke masalah pribadi.
“anak local 9 3 ya?” timpal pak Ahmad.
“ Kok Bapak tahu?”
“ sejak tadi lu lihatin terus local itu. Kalau gak ada yang lu pikirin di ruang itu tidak mungkin pikiran lu ke local it uterus.”
“ Benar Pak. Namanya Dewi.”
“ Dewi….? Dewi yang berambut Panjang itu?”
“ Ya, Pak.”
“Trus ada apa dengan Dewi, Putra?”
“ Rupannya Dewi masih mengharapkan mantannya.”
“Aduh… apa lagi ini.? Ngarang kan lu?”
“ Tidak, Pak. Benar… Dewi masih mencintai Chandra sahabatku.”
“ Chandra… anak pasar itu? Yang duduknya berdekatan dengan lu”
“ ya…,” Putra menunduk sedih.
“ lhoh…., kenapa pula lu kelihatannya sedih. Kalau emang Dewi masih sayang ama Candra ya biarin aja. Kenapa lu pusing…”
“ Bapak, ni gimana sih….! Dewi itu kan pacar saya. Saya udah terlanjur mencintainya. Tentu sakit dong pak, Putra di duain.”
“he,…he… walah…walah…. Kaya orang dewasa aja lu. Put. Lu tu harus berpikir logis dong. Lu pacaran ntuk apa coba….?
“ Ya ntuk menambah semangat belajar, Pak.”
“ Trus selama ini apa belajarmu semangat. Bapak lihat belakangan ini lu sering melamun, gak tentu arah. Kalau gitu lu gak boleh pacaran. Karena tidak sesuai dengan tujuanmu pacaran.”
“aduh bapak ini…. Kayak pernah muda aja. Saya curhat eh, malah gak boleh pacaran.” Kata batin Putra.
“Tapi…. Pak.”
“ Gak ada tapi-tapian. Lu sebentar lagi ujian. Pusatkan pikiranmu untuk belajar menghadapi UN. Kalau udah lulus mau pacaran silakan.”
Lonceng tanda masuk berbunyi. Pak Ahmad bangkit endak meninggalkan Gazebo.
“ udah masuk ni besuk dilanjutkan lagi curhatnya. Silakan masuk. Putra pu segera meninggalkan gazebo menuju kelasnya. Dipikirannya menggerutu. Karena maksud hati hendak minta bantuan kepada pak Ahmad, tak tahunya malah dilarang pacaran. Kalau gak pacaran bagai sayur tanpa garam. Itulah kata-kata yang selalu diyakini oleh Putra.
Menit-demi menit berlalu tanpa terasa, bel tanda pulang pun berbunyi. Semua siswa SMP Negeri Wiratha berkemas-kemas dan dilanjutkan do’a. mereka berjabatan tangan dengan guru yang mengajar saat itu. Satu persatu mereka meninggalkan ruangan. Mereka menuju parker kendaraan bermotor. Suara motorpun terdengar hingar binger dan semakin lama suara itu menghilang seiring dengan sepinya kendaraan bermotor di tempat parker.
Beberapa siswa ada yang masih tinggal di sekolah. Ada yang sedang-duduk di mushola sekolah, ada juga yang ngobrol di pojok-pojok gedung sekolah, ada yang duduk-duduk di perpustakaan sekolah.
Di sudut gedung bagian belakang kelihatan sepasang siswa anak SMP sedang asik berbicara sambil tegak. Anak itu rupannya laki dan perempuan. Siswa perempuan itu berambut panjang hitam dikuncir ekor kuda. Poni rambutnya dibiarkan terurai hingga hampir meutup bulu mata yang tipis melengkung. Alis mata itu dsambung dengan pembuluh darah yang kelihatan biru halus hingga tepi rambut. Hidung kecil mungil, matanya berbinar-binar bak bintang kejora. Bibirnya pun merah merekah berbentuk sangat sensual. Kedua pipinya dihiasi dengan lesung pipit yang embuat manis bila ia tersenyum. Tubuhnya sedang semampai semampai berkulit kuning lansat. Gadis itu bernama Utari.
Sementara remaja lawan bicaranya bertubuh sedang. Berkulit sawo matang berambut hitam lebat dan bagian belakang agak ditegakkan. Bulu matanya tipis namun hitam menyerupai bulu mata wanita. Hidungnya mancung bibirnya tipis dan dagunya agak meruncing menandakan remaja itu kurang teguh keyakinan. Namun perpaduan bentuk mukannya membuat remaja itu kelihatan ganteng kendati tidak begitu jantan. Remaja tersebut bernama Candra anak keturunan Padang.
Mereka asik sekali terlibat dalam pembicaraan.
“Ut, kenapa tadi malam lu putusin waktu aku panggil?”
“ Sory, tadi malam tu, ibuku ada dekat denganku, ku takut ketahuan ama ibuku.”
“Emang kenapa? Ku kan nanya tentang ulangan Agma. Waktu itu aku gak bisa datang kesekolah, aku mau Tanya soal apa saja yang keluar?”
“ Kenapa gak SMS aja?
“ Kalau SMS, ntar gak lu jawab-jawab.”
“Emang sih, tapi tu kan karena gangguan jaringan aja. Trus lu udah ujian tadi?
“ Udah tapi ya dari 10 soal hanya bisa kujawab enam soal.”
“ Tu makannya belajar….! Jangan sering gak masuk.”
“ Ya, bu guru…..!
“Ih…., ngledek lu ya.” Gadis itu mencubit pipi candra. Candra puntidak mengelak, malahan seperti keenakan.
“ Ut…. Ntar sore lu ada acara gak?”
“ em …, gak ada si. Ada apa emangnya?”
“ ntar sore kita kerja kelompok yuk?”
“ Kan kita beda kelas.”
“ Gak papa…. Materi kan sama. Kita sama-sama kerja buat klipping.”
“em…, dimana ? di rumahmu?”
“ Wah, jangan di rumahku. Ntar gak enak dengan tetangga. Ntar dikiraian ngapain.”
“trus dimana?”
“ bagaimana kalau kita kerja di sekolah aja? Atau di warnet ?
“ Di warnet aja ya.”
“ Oke… diwarnet temanku Putra. Lu datang sendiri atau ku jemput?”
“ biar ku datang sendiri aja. Kalau lu kerumahku ntar ibuku marah, bahkan bisa melarangku pergi.”
“ Ok, ntar tunggu ku SMS dulu baru lu ke Warnet Putra.’
“ Ntar Dewi Mau ikut, boleh gak?”
“ngak…. Gak usah…!” Chandara agak gugup.
“Ih…, kenapa si lu gugup? Pa masih ada rasa ma dia?” Tanya Utari sambil mengerutkan alis matanya.
“Ah, itu kan masa lalu…., jangan diungkit-ugkit lagi.” Chandra membantah. Padahal di hati kecilnya ia masih dag dig dug jika bertemu dengan Dewi.
“ Lantas kenapa lu gugup, Chandra?”
“ntar lu cemburu sayangku….” Tangan candra mencolek pipi Utari.
“ Ih, gombal….! Sipa juga yang cemburu ama dia? Kalau lu mau balikan aku gak papa.”
“Wah, kok malah bahas Dewi si, udahlah…, cintaku padamu takkan luntur sepanjang jaman, Utari. Seandainnya ada seribu Dewi dan seribu bidadari hanya lu yang kucinta…he..he..”
“ Kan mulai rayuan gombal…. Udahlah. Ku balik dulu. Ntar jangan lupa ya.” Utari pergi meninggalkan Chandra yang masih tersenyum-senyum.
Sepeninggal Utari Chandra bergegas hendak pulang, namun tiba-tiba langkahnya jadi terhenti oleh panggilan seseorang yang menyebut namanya. Chandra tidak cepat palingkan mukannya kearah sura tadi. Ia seolah-olah berpikir siapa yang memanggilnya. Ia mengenal betul suara tersebut. Suara itu selama ini yang selalu mengisi relung hatinya.
“Oh…, lu Dewi….?” Chandra pura-pura terkejut sembari membalikkan badannya.
“ Kaget ya chan?” Dewi menimpali.
“ Ya lah…, tiba-tiba lu nongol begiti saja. Dari mana lu?”
“ sejak tadi aku ada dibali tembok ini…”
“ Jadi…. Lu ?”
“ Ya, aku tahu adegan lu ame Utari…” potong Dewi.
“ Adegan apaan si?”
“ Mesra banget ya…? Pakai colek-colek segala. Lu juga bilang seandainya ada seribu Dewi, hanya Utari yang lu cinta. Hebat lu ya? Lu kagak usah ngebandingin gua dengan Utari.”
“ lu salah duga, Dewi. Bukan aku bandingin tapi….”
“ Tapi apa? Jadi lu mutusin gua karena cewek rese itu ya?” Dewi kelihatan Marah.
“ Cukup Dewi…! Lu boleh marah dengan gua. Tapi jangan lu bawa-bawa Utari. Ia kagak salah apa-apa. Lagian kan lu yang mutusin hubungan kita. Salahkah aku bila aku tertarik dengan gadis lain?”
“Lu mau cari cewek 10 pun aku kagak apa-apa, tapi kagak usah lu banding-bangkan dengan cewek lu.”
“ Ya dah, aku minta maaf, tadi tu hanya canda ,Dewi. Kita tidak lagi pacaran tapi kita kan masih bisa temenan. Mau kan lu maapin aku.?” Chandra akhirnya mengalah. Ia tidak mau bertengkar dengan mantan kekasihnya.
Dewi tidak menjawab, tapi dari sorot matannya ia telah memaafkan Chandra, mantan kekasihnya. Dewi sebenarnya masih sayang pada Chandra, namun malu untuk mengngkapkannya, karena ia sadar bahwa dia duluan yang mutusin hubungan dengan candra.
“ Nah begitu kan manis, cewek tu jangan mudah marah ntar cepat tua.”
“ Kagak usah melawak….!” Dewi mendorong bahu Chandra namun Chandra keburu mengelak. Sayangnya Dewi terlalu kuat dorongannya sehingga ia terhuyung ke depan dan terjatuh. Sebelum tubuhnya menyentuh tanah tiba-tiba tangan Chandra menyambarnya dan merangkulnya untuk mencegah Dewi jatuh terjerembab.
Muka keduanya berdekatan sehingga mereka tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Hanya pandangan matanya yang beradu seolah-olah mereka saling mengagumi.
Tiba-tiba terdengar tepuk tangan.
“ Bagus….Bagus….!” Putra tiba-tiba muncul.
“ Gua kagak nyangka…. Lu masih mencintai Chandra ya….? Dan aku kagak nyaka ama Chandra , lu sahabat gua tapi lu nusuk gua dari belakang.”
“ Putra…. Jangan salah sangka.” Dewi buru-buru melepaskan rangkulan Chandra.”
“ Putra…. Aku bisa jelaskan…” Chandra jadi gugup.
“ Tak perlu kalian jelaskan. Sudah jelas aku melihat di depan mata gua, lu mesra-mesraan.” Putra meninggalkan tempat itu dengan perasaan marah. Dewi buru-buru mengejar.
“ Buset….! Runyam jadinya.” Chandra pun segera meninggalkan gedung sekolah, namun pikirannya masih gundah, gelisah, karena sahabatnya salah paham.
Saat itu Putra sedang duduk sendirian di Gazebo sembari membawa sebuah buku pelajaran. Kelihatannya Putra tidak membaca buku yang dibawanya karena buku itu hanya dibolak-balik. Sementara pikirannya ntah kemana.
“ Ku tak menyangka begini sakitnya bila dikhianati oleh seorang wanita. Ku tak mengira ia masih juga berhubungan dengan mantannya.” Buku di tangannya diletakkan di bangku panjang tempat ia duduk. Matannya memandang kearah ruang kelas 9 3. Seolah-olah mencari sesuatu muncul dari ruang kelas itu.
“ Putra…. Kok melamun? “ tiba-tiba putra dikejutkan oleh suara pak Ahmad yang kebetulan lewat dekat gazebo.
“ Ah…, Bapak… bikin kaget aja. Darimana pak?”
“ dari kelas 9 5. Ruang kelasmu. Kenapa lu ada di sini? Tadi katanya mau ke toilet?”
“ Ya, pak. Memang tadi saya ke toilet, karena gerah saya duduk sebentar di taman ini.”
“ Bentar gundulmu….! Hamper satu jam pelajaran. Lu permisi gak kembali.” Pak Ahmad menjewer telinga Putra. Putra hanya tersenyum nyengir. Pak Ahmad duduk di samping Putra.sembari menepuk pundak remaja itu.
“Ada apa sebenarnya,Put? Lu sakit? Kalau sakit harusnya lu ke UKS bukan disini melamun.”
“ Nggak pak., hanya…..”
“ Hanya apa…?” potong Pak Ahmad.
“ Putra lagi ada masalah, Pak.”
“ Masalah apa, kalau boleh bapak tahu?”
“ tapi Bapak jangan ngomong dengan orang lain ya, Pak…”
“ Kalau lu gak percaya ama bapak gak usah lu certain.”
“ Emm, aku merasa dipermainkan oleh seorang wanita, Pak.”
“ Masya Allah…., lu udah punya masalah dengan wanita? Lu kan masih SMP kenapa udah punya masalah dengan wanita? Lu pacaran?” Putra hanya mengangguk. Pak ahmad diam sejenak sembari menarik napas dalam-dalam.
“ Tu akibatnya kalau anak baru gede udah pacaran. Siapa wanita yang lu maksud”
“Ah…, Bapak ini. Ntar Bapak bilang-bilang ama anak-anak lain.” Jawab putra. Mereka berdua seperti bukan guru dengan muridnya tapi selayaknya teman. Memang Pak Ahmad adalah salah satu guru di SMP Negeri Wiratha yang sangat akrap dengan siswanya. Sehingga banyak siswa yang curhat dari mulai pelajaran sampai ke masalah pribadi.
“anak local 9 3 ya?” timpal pak Ahmad.
“ Kok Bapak tahu?”
“ sejak tadi lu lihatin terus local itu. Kalau gak ada yang lu pikirin di ruang itu tidak mungkin pikiran lu ke local it uterus.”
“ Benar Pak. Namanya Dewi.”
“ Dewi….? Dewi yang berambut Panjang itu?”
“ Ya, Pak.”
“Trus ada apa dengan Dewi, Putra?”
“ Rupannya Dewi masih mengharapkan mantannya.”
“Aduh… apa lagi ini.? Ngarang kan lu?”
“ Tidak, Pak. Benar… Dewi masih mencintai Chandra sahabatku.”
“ Chandra… anak pasar itu? Yang duduknya berdekatan dengan lu”
“ ya…,” Putra menunduk sedih.
“ lhoh…., kenapa pula lu kelihatannya sedih. Kalau emang Dewi masih sayang ama Candra ya biarin aja. Kenapa lu pusing…”
“ Bapak, ni gimana sih….! Dewi itu kan pacar saya. Saya udah terlanjur mencintainya. Tentu sakit dong pak, Putra di duain.”
“he,…he… walah…walah…. Kaya orang dewasa aja lu. Put. Lu tu harus berpikir logis dong. Lu pacaran ntuk apa coba….?
“ Ya ntuk menambah semangat belajar, Pak.”
“ Trus selama ini apa belajarmu semangat. Bapak lihat belakangan ini lu sering melamun, gak tentu arah. Kalau gitu lu gak boleh pacaran. Karena tidak sesuai dengan tujuanmu pacaran.”
“aduh bapak ini…. Kayak pernah muda aja. Saya curhat eh, malah gak boleh pacaran.” Kata batin Putra.
“Tapi…. Pak.”
“ Gak ada tapi-tapian. Lu sebentar lagi ujian. Pusatkan pikiranmu untuk belajar menghadapi UN. Kalau udah lulus mau pacaran silakan.”
Lonceng tanda masuk berbunyi. Pak Ahmad bangkit endak meninggalkan Gazebo.
“ udah masuk ni besuk dilanjutkan lagi curhatnya. Silakan masuk. Putra pu segera meninggalkan gazebo menuju kelasnya. Dipikirannya menggerutu. Karena maksud hati hendak minta bantuan kepada pak Ahmad, tak tahunya malah dilarang pacaran. Kalau gak pacaran bagai sayur tanpa garam. Itulah kata-kata yang selalu diyakini oleh Putra.
Menit-demi menit berlalu tanpa terasa, bel tanda pulang pun berbunyi. Semua siswa SMP Negeri Wiratha berkemas-kemas dan dilanjutkan do’a. mereka berjabatan tangan dengan guru yang mengajar saat itu. Satu persatu mereka meninggalkan ruangan. Mereka menuju parker kendaraan bermotor. Suara motorpun terdengar hingar binger dan semakin lama suara itu menghilang seiring dengan sepinya kendaraan bermotor di tempat parker.
Beberapa siswa ada yang masih tinggal di sekolah. Ada yang sedang-duduk di mushola sekolah, ada juga yang ngobrol di pojok-pojok gedung sekolah, ada yang duduk-duduk di perpustakaan sekolah.
Di sudut gedung bagian belakang kelihatan sepasang siswa anak SMP sedang asik berbicara sambil tegak. Anak itu rupannya laki dan perempuan. Siswa perempuan itu berambut panjang hitam dikuncir ekor kuda. Poni rambutnya dibiarkan terurai hingga hampir meutup bulu mata yang tipis melengkung. Alis mata itu dsambung dengan pembuluh darah yang kelihatan biru halus hingga tepi rambut. Hidung kecil mungil, matanya berbinar-binar bak bintang kejora. Bibirnya pun merah merekah berbentuk sangat sensual. Kedua pipinya dihiasi dengan lesung pipit yang embuat manis bila ia tersenyum. Tubuhnya sedang semampai semampai berkulit kuning lansat. Gadis itu bernama Utari.
Sementara remaja lawan bicaranya bertubuh sedang. Berkulit sawo matang berambut hitam lebat dan bagian belakang agak ditegakkan. Bulu matanya tipis namun hitam menyerupai bulu mata wanita. Hidungnya mancung bibirnya tipis dan dagunya agak meruncing menandakan remaja itu kurang teguh keyakinan. Namun perpaduan bentuk mukannya membuat remaja itu kelihatan ganteng kendati tidak begitu jantan. Remaja tersebut bernama Candra anak keturunan Padang.
Mereka asik sekali terlibat dalam pembicaraan.
“Ut, kenapa tadi malam lu putusin waktu aku panggil?”
“ Sory, tadi malam tu, ibuku ada dekat denganku, ku takut ketahuan ama ibuku.”
“Emang kenapa? Ku kan nanya tentang ulangan Agma. Waktu itu aku gak bisa datang kesekolah, aku mau Tanya soal apa saja yang keluar?”
“ Kenapa gak SMS aja?
“ Kalau SMS, ntar gak lu jawab-jawab.”
“Emang sih, tapi tu kan karena gangguan jaringan aja. Trus lu udah ujian tadi?
“ Udah tapi ya dari 10 soal hanya bisa kujawab enam soal.”
“ Tu makannya belajar….! Jangan sering gak masuk.”
“ Ya, bu guru…..!
“Ih…., ngledek lu ya.” Gadis itu mencubit pipi candra. Candra puntidak mengelak, malahan seperti keenakan.
“ Ut…. Ntar sore lu ada acara gak?”
“ em …, gak ada si. Ada apa emangnya?”
“ ntar sore kita kerja kelompok yuk?”
“ Kan kita beda kelas.”
“ Gak papa…. Materi kan sama. Kita sama-sama kerja buat klipping.”
“em…, dimana ? di rumahmu?”
“ Wah, jangan di rumahku. Ntar gak enak dengan tetangga. Ntar dikiraian ngapain.”
“trus dimana?”
“ bagaimana kalau kita kerja di sekolah aja? Atau di warnet ?
“ Di warnet aja ya.”
“ Oke… diwarnet temanku Putra. Lu datang sendiri atau ku jemput?”
“ biar ku datang sendiri aja. Kalau lu kerumahku ntar ibuku marah, bahkan bisa melarangku pergi.”
“ Ok, ntar tunggu ku SMS dulu baru lu ke Warnet Putra.’
“ Ntar Dewi Mau ikut, boleh gak?”
“ngak…. Gak usah…!” Chandara agak gugup.
“Ih…, kenapa si lu gugup? Pa masih ada rasa ma dia?” Tanya Utari sambil mengerutkan alis matanya.
“Ah, itu kan masa lalu…., jangan diungkit-ugkit lagi.” Chandra membantah. Padahal di hati kecilnya ia masih dag dig dug jika bertemu dengan Dewi.
“ Lantas kenapa lu gugup, Chandra?”
“ntar lu cemburu sayangku….” Tangan candra mencolek pipi Utari.
“ Ih, gombal….! Sipa juga yang cemburu ama dia? Kalau lu mau balikan aku gak papa.”
“Wah, kok malah bahas Dewi si, udahlah…, cintaku padamu takkan luntur sepanjang jaman, Utari. Seandainnya ada seribu Dewi dan seribu bidadari hanya lu yang kucinta…he..he..”
“ Kan mulai rayuan gombal…. Udahlah. Ku balik dulu. Ntar jangan lupa ya.” Utari pergi meninggalkan Chandra yang masih tersenyum-senyum.
Sepeninggal Utari Chandra bergegas hendak pulang, namun tiba-tiba langkahnya jadi terhenti oleh panggilan seseorang yang menyebut namanya. Chandra tidak cepat palingkan mukannya kearah sura tadi. Ia seolah-olah berpikir siapa yang memanggilnya. Ia mengenal betul suara tersebut. Suara itu selama ini yang selalu mengisi relung hatinya.
“Oh…, lu Dewi….?” Chandra pura-pura terkejut sembari membalikkan badannya.
“ Kaget ya chan?” Dewi menimpali.
“ Ya lah…, tiba-tiba lu nongol begiti saja. Dari mana lu?”
“ sejak tadi aku ada dibali tembok ini…”
“ Jadi…. Lu ?”
“ Ya, aku tahu adegan lu ame Utari…” potong Dewi.
“ Adegan apaan si?”
“ Mesra banget ya…? Pakai colek-colek segala. Lu juga bilang seandainya ada seribu Dewi, hanya Utari yang lu cinta. Hebat lu ya? Lu kagak usah ngebandingin gua dengan Utari.”
“ lu salah duga, Dewi. Bukan aku bandingin tapi….”
“ Tapi apa? Jadi lu mutusin gua karena cewek rese itu ya?” Dewi kelihatan Marah.
“ Cukup Dewi…! Lu boleh marah dengan gua. Tapi jangan lu bawa-bawa Utari. Ia kagak salah apa-apa. Lagian kan lu yang mutusin hubungan kita. Salahkah aku bila aku tertarik dengan gadis lain?”
“Lu mau cari cewek 10 pun aku kagak apa-apa, tapi kagak usah lu banding-bangkan dengan cewek lu.”
“ Ya dah, aku minta maaf, tadi tu hanya canda ,Dewi. Kita tidak lagi pacaran tapi kita kan masih bisa temenan. Mau kan lu maapin aku.?” Chandra akhirnya mengalah. Ia tidak mau bertengkar dengan mantan kekasihnya.
Dewi tidak menjawab, tapi dari sorot matannya ia telah memaafkan Chandra, mantan kekasihnya. Dewi sebenarnya masih sayang pada Chandra, namun malu untuk mengngkapkannya, karena ia sadar bahwa dia duluan yang mutusin hubungan dengan candra.
“ Nah begitu kan manis, cewek tu jangan mudah marah ntar cepat tua.”
“ Kagak usah melawak….!” Dewi mendorong bahu Chandra namun Chandra keburu mengelak. Sayangnya Dewi terlalu kuat dorongannya sehingga ia terhuyung ke depan dan terjatuh. Sebelum tubuhnya menyentuh tanah tiba-tiba tangan Chandra menyambarnya dan merangkulnya untuk mencegah Dewi jatuh terjerembab.
Muka keduanya berdekatan sehingga mereka tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Hanya pandangan matanya yang beradu seolah-olah mereka saling mengagumi.
Tiba-tiba terdengar tepuk tangan.
“ Bagus….Bagus….!” Putra tiba-tiba muncul.
“ Gua kagak nyangka…. Lu masih mencintai Chandra ya….? Dan aku kagak nyaka ama Chandra , lu sahabat gua tapi lu nusuk gua dari belakang.”
“ Putra…. Jangan salah sangka.” Dewi buru-buru melepaskan rangkulan Chandra.”
“ Putra…. Aku bisa jelaskan…” Chandra jadi gugup.
“ Tak perlu kalian jelaskan. Sudah jelas aku melihat di depan mata gua, lu mesra-mesraan.” Putra meninggalkan tempat itu dengan perasaan marah. Dewi buru-buru mengejar.
“ Buset….! Runyam jadinya.” Chandra pun segera meninggalkan gedung sekolah, namun pikirannya masih gundah, gelisah, karena sahabatnya salah paham.