blog ini merupakan sarana berbagi ilmu pendidikan

Slide 1

Dokumen 2024.

Slide 2

Foto dokumen Perpisahan 2024.

Slide 3

Dokumen perpisahan 2024.

Slide 4

Foto Dokumen Perpisahan 2024.

Pemotongan Tumpeng

Kepala Sekolah didampingi Oleh Wakil Kepala Sekolah bidang kurikulum dan wakil kepala sekolah bidang kesiswaan memotong tumpeng sebagai tanda sukur terhadap Tuhan.

Sabtu, 02 Oktober 2010

ASMARA DI BALIK CINTA
(Episode cinta anak ABG)
Karya
A.Aji
BAGIAN 1

Terik mentari membakar bumi memanaskan sang maruta yang bergerak menurut tekanan, mengalir dari satu tempat ketempat lain mengurangi panasnya sang bagaskara yang sedang bertengger di angkasa. Namun begitu tidak dapat mengurangi panasnya hati seorang remaja yang sedang duduk di gazebo taman sekolah.

Pemuda itu bertubuh ramping berambut hitam lurus. Mukanya oval mendekati kotak menandakan pemuda itu memiliki keinginan yang kuat untuk dicapai. Bulu alis matanya berbentuk golok tebal dan hitam. Matanya hitam jernih. Hidungnya kecil namun mancung. Bibirnya dihiasi oleh bulu-bulu tipis yang merupakan bakal kumis. Kulitnya berwarna gelap namun tidak mengurangi kegantengannya. Tak heran bila banyak wanita yang mengejar-ngejar nya. Ia bernama Putra saragih. Ia keturunan Batak Jawa.
Saat itu Putra sedang duduk sendirian di Gazebo sembari membawa sebuah buku pelajaran. Kelihatannya Putra tidak membaca buku yang dibawanya karena buku itu hanya dibolak-balik. Sementara pikirannya ntah kemana.
“ Ku tak menyangka begini sakitnya bila dikhianati oleh seorang wanita. Ku tak mengira ia masih juga berhubungan dengan mantannya.” Buku di tangannya diletakkan di bangku panjang tempat ia duduk. Matannya memandang kearah ruang kelas 9 3. Seolah-olah mencari sesuatu muncul dari ruang kelas itu.
“ Putra…. Kok melamun? “ tiba-tiba putra dikejutkan oleh suara pak Ahmad yang kebetulan lewat dekat gazebo.
“ Ah…, Bapak… bikin kaget aja. Darimana pak?”
“ dari kelas 9 5. Ruang kelasmu. Kenapa lu ada di sini? Tadi katanya mau ke toilet?”
“ Ya, pak. Memang tadi saya ke toilet, karena gerah saya duduk sebentar di taman ini.”
“ Bentar gundulmu….! Hamper satu jam pelajaran. Lu permisi gak kembali.” Pak Ahmad menjewer telinga Putra. Putra hanya tersenyum nyengir. Pak Ahmad duduk di samping Putra.sembari menepuk pundak remaja itu.
“Ada apa sebenarnya,Put? Lu sakit? Kalau sakit harusnya lu ke UKS bukan disini melamun.”
“ Nggak pak., hanya…..”
“ Hanya apa…?” potong Pak Ahmad.
“ Putra lagi ada masalah, Pak.”
“ Masalah apa, kalau boleh bapak tahu?”
“ tapi Bapak jangan ngomong dengan orang lain ya, Pak…”
“ Kalau lu gak percaya ama bapak gak usah lu certain.”
“ Emm, aku merasa dipermainkan oleh seorang wanita, Pak.”
“ Masya Allah…., lu udah punya masalah dengan wanita? Lu kan masih SMP kenapa udah punya masalah dengan wanita? Lu pacaran?” Putra hanya mengangguk. Pak ahmad diam sejenak sembari menarik napas dalam-dalam.
“ Tu akibatnya kalau anak baru gede udah pacaran. Siapa wanita yang lu maksud”
“Ah…, Bapak ini. Ntar Bapak bilang-bilang ama anak-anak lain.” Jawab putra. Mereka berdua seperti bukan guru dengan muridnya tapi selayaknya teman. Memang Pak Ahmad adalah salah satu guru di SMP Negeri Wiratha yang sangat akrap dengan siswanya. Sehingga banyak siswa yang curhat dari mulai pelajaran sampai ke masalah pribadi.
“anak local 9 3 ya?” timpal pak Ahmad.
“ Kok Bapak tahu?”
“ sejak tadi lu lihatin terus local itu. Kalau gak ada yang lu pikirin di ruang itu tidak mungkin pikiran lu ke local it uterus.”
“ Benar Pak. Namanya Dewi.”
“ Dewi….? Dewi yang berambut Panjang itu?”
“ Ya, Pak.”
“Trus ada apa dengan Dewi, Putra?”
“ Rupannya Dewi masih mengharapkan mantannya.”
“Aduh… apa lagi ini.? Ngarang kan lu?”
“ Tidak, Pak. Benar… Dewi masih mencintai Chandra sahabatku.”
“ Chandra… anak pasar itu? Yang duduknya berdekatan dengan lu”
“ ya…,” Putra menunduk sedih.
“ lhoh…., kenapa pula lu kelihatannya sedih. Kalau emang Dewi masih sayang ama Candra ya biarin aja. Kenapa lu pusing…”
“ Bapak, ni gimana sih….! Dewi itu kan pacar saya. Saya udah terlanjur mencintainya. Tentu sakit dong pak, Putra di duain.”
“he,…he… walah…walah…. Kaya orang dewasa aja lu. Put. Lu tu harus berpikir logis dong. Lu pacaran ntuk apa coba….?
“ Ya ntuk menambah semangat belajar, Pak.”
“ Trus selama ini apa belajarmu semangat. Bapak lihat belakangan ini lu sering melamun, gak tentu arah. Kalau gitu lu gak boleh pacaran. Karena tidak sesuai dengan tujuanmu pacaran.”
“aduh bapak ini…. Kayak pernah muda aja. Saya curhat eh, malah gak boleh pacaran.” Kata batin Putra.
“Tapi…. Pak.”
“ Gak ada tapi-tapian. Lu sebentar lagi ujian. Pusatkan pikiranmu untuk belajar menghadapi UN. Kalau udah lulus mau pacaran silakan.”
Lonceng tanda masuk berbunyi. Pak Ahmad bangkit endak meninggalkan Gazebo.
“ udah masuk ni besuk dilanjutkan lagi curhatnya. Silakan masuk. Putra pu segera meninggalkan gazebo menuju kelasnya. Dipikirannya menggerutu. Karena maksud hati hendak minta bantuan kepada pak Ahmad, tak tahunya malah dilarang pacaran. Kalau gak pacaran bagai sayur tanpa garam. Itulah kata-kata yang selalu diyakini oleh Putra.
Menit-demi menit berlalu tanpa terasa, bel tanda pulang pun berbunyi. Semua siswa SMP Negeri Wiratha berkemas-kemas dan dilanjutkan do’a. mereka berjabatan tangan dengan guru yang mengajar saat itu. Satu persatu mereka meninggalkan ruangan. Mereka menuju parker kendaraan bermotor. Suara motorpun terdengar hingar binger dan semakin lama suara itu menghilang seiring dengan sepinya kendaraan bermotor di tempat parker.
Beberapa siswa ada yang masih tinggal di sekolah. Ada yang sedang-duduk di mushola sekolah, ada juga yang ngobrol di pojok-pojok gedung sekolah, ada yang duduk-duduk di perpustakaan sekolah.
Di sudut gedung bagian belakang kelihatan sepasang siswa anak SMP sedang asik berbicara sambil tegak. Anak itu rupannya laki dan perempuan. Siswa perempuan itu berambut panjang hitam dikuncir ekor kuda. Poni rambutnya dibiarkan terurai hingga hampir meutup bulu mata yang tipis melengkung. Alis mata itu dsambung dengan pembuluh darah yang kelihatan biru halus hingga tepi rambut. Hidung kecil mungil, matanya berbinar-binar bak bintang kejora. Bibirnya pun merah merekah berbentuk sangat sensual. Kedua pipinya dihiasi dengan lesung pipit yang embuat manis bila ia tersenyum. Tubuhnya sedang semampai semampai berkulit kuning lansat. Gadis itu bernama Utari.
Sementara remaja lawan bicaranya bertubuh sedang. Berkulit sawo matang berambut hitam lebat dan bagian belakang agak ditegakkan. Bulu matanya tipis namun hitam menyerupai bulu mata wanita. Hidungnya mancung bibirnya tipis dan dagunya agak meruncing menandakan remaja itu kurang teguh keyakinan. Namun perpaduan bentuk mukannya membuat remaja itu kelihatan ganteng kendati tidak begitu jantan. Remaja tersebut bernama Candra anak keturunan Padang.
Mereka asik sekali terlibat dalam pembicaraan.
“Ut, kenapa tadi malam lu putusin waktu aku panggil?”

“ Sory, tadi malam tu, ibuku ada dekat denganku, ku takut ketahuan ama ibuku.”
“Emang kenapa? Ku kan nanya tentang ulangan Agma. Waktu itu aku gak bisa datang kesekolah, aku mau Tanya soal apa saja yang keluar?”
“ Kenapa gak SMS aja?
“ Kalau SMS, ntar gak lu jawab-jawab.”
“Emang sih, tapi tu kan karena gangguan jaringan aja. Trus lu udah ujian tadi?
“ Udah tapi ya dari 10 soal hanya bisa kujawab enam soal.”
“ Tu makannya belajar….! Jangan sering gak masuk.”
“ Ya, bu guru…..!
“Ih…., ngledek lu ya.” Gadis itu mencubit pipi candra. Candra puntidak mengelak, malahan seperti keenakan.
“ Ut…. Ntar sore lu ada acara gak?”
“ em …, gak ada si. Ada apa emangnya?”
“ ntar sore kita kerja kelompok yuk?”
“ Kan kita beda kelas.”
“ Gak papa…. Materi kan sama. Kita sama-sama kerja buat klipping.”
“em…, dimana ? di rumahmu?”
“ Wah, jangan di rumahku. Ntar gak enak dengan tetangga. Ntar dikiraian ngapain.”
“trus dimana?”
“ bagaimana kalau kita kerja di sekolah aja? Atau di warnet ?
“ Di warnet aja ya.”
“ Oke… diwarnet temanku Putra. Lu datang sendiri atau ku jemput?”
“ biar ku datang sendiri aja. Kalau lu kerumahku ntar ibuku marah, bahkan bisa melarangku pergi.”
“ Ok, ntar tunggu ku SMS dulu baru lu ke Warnet Putra.’
“ Ntar Dewi Mau ikut, boleh gak?”
“ngak…. Gak usah…!” Chandara agak gugup.
“Ih…, kenapa si lu gugup? Pa masih ada rasa ma dia?” Tanya Utari sambil mengerutkan alis matanya.
“Ah, itu kan masa lalu…., jangan diungkit-ugkit lagi.” Chandra membantah. Padahal di hati kecilnya ia masih dag dig dug jika bertemu dengan Dewi.
“ Lantas kenapa lu gugup, Chandra?”
“ntar lu cemburu sayangku….” Tangan candra mencolek pipi Utari.
“ Ih, gombal….! Sipa juga yang cemburu ama dia? Kalau lu mau balikan aku gak papa.”
“Wah, kok malah bahas Dewi si, udahlah…, cintaku padamu takkan luntur sepanjang jaman, Utari. Seandainnya ada seribu Dewi dan seribu bidadari hanya lu yang kucinta…he..he..”
“ Kan mulai rayuan gombal…. Udahlah. Ku balik dulu. Ntar jangan lupa ya.” Utari pergi meninggalkan Chandra yang masih tersenyum-senyum.
Sepeninggal Utari Chandra bergegas hendak pulang, namun tiba-tiba langkahnya jadi terhenti oleh panggilan seseorang yang menyebut namanya. Chandra tidak cepat palingkan mukannya kearah sura tadi. Ia seolah-olah berpikir siapa yang memanggilnya. Ia mengenal betul suara tersebut. Suara itu selama ini yang selalu mengisi relung hatinya.
“Oh…, lu Dewi….?” Chandra pura-pura terkejut sembari membalikkan badannya.
“ Kaget ya chan?” Dewi menimpali.
“ Ya lah…, tiba-tiba lu nongol begiti saja. Dari mana lu?”
“ sejak tadi aku ada dibali tembok ini…”
“ Jadi…. Lu ?”
“ Ya, aku tahu adegan lu ame Utari…” potong Dewi.
“ Adegan apaan si?”
“ Mesra banget ya…? Pakai colek-colek segala. Lu juga bilang seandainya ada seribu Dewi, hanya Utari yang lu cinta. Hebat lu ya? Lu kagak usah ngebandingin gua dengan Utari.”
“ lu salah duga, Dewi. Bukan aku bandingin tapi….”
“ Tapi apa? Jadi lu mutusin gua karena cewek rese itu ya?” Dewi kelihatan Marah.
“ Cukup Dewi…! Lu boleh marah dengan gua. Tapi jangan lu bawa-bawa Utari. Ia kagak salah apa-apa. Lagian kan lu yang mutusin hubungan kita. Salahkah aku bila aku tertarik dengan gadis lain?”
“Lu mau cari cewek 10 pun aku kagak apa-apa, tapi kagak usah lu banding-bangkan dengan cewek lu.”
“ Ya dah, aku minta maaf, tadi tu hanya canda ,Dewi. Kita tidak lagi pacaran tapi kita kan masih bisa temenan. Mau kan lu maapin aku.?” Chandra akhirnya mengalah. Ia tidak mau bertengkar dengan mantan kekasihnya.
Dewi tidak menjawab, tapi dari sorot matannya ia telah memaafkan Chandra, mantan kekasihnya. Dewi sebenarnya masih sayang pada Chandra, namun malu untuk mengngkapkannya, karena ia sadar bahwa dia duluan yang mutusin hubungan dengan candra.
“ Nah begitu kan manis, cewek tu jangan mudah marah ntar cepat tua.”
“ Kagak usah melawak….!” Dewi mendorong bahu Chandra namun Chandra keburu mengelak. Sayangnya Dewi terlalu kuat dorongannya sehingga ia terhuyung ke depan dan terjatuh. Sebelum tubuhnya menyentuh tanah tiba-tiba tangan Chandra menyambarnya dan merangkulnya untuk mencegah Dewi jatuh terjerembab.
Muka keduanya berdekatan sehingga mereka tidak bisa mengeluarkan kata-kata. Hanya pandangan matanya yang beradu seolah-olah mereka saling mengagumi.
Tiba-tiba terdengar tepuk tangan.
“ Bagus….Bagus….!” Putra tiba-tiba muncul.
“ Gua kagak nyangka…. Lu masih mencintai Chandra ya….? Dan aku kagak nyaka ama Chandra , lu sahabat gua tapi lu nusuk gua dari belakang.”
“ Putra…. Jangan salah sangka.” Dewi buru-buru melepaskan rangkulan Chandra.”
“ Putra…. Aku bisa jelaskan…” Chandra jadi gugup.
“ Tak perlu kalian jelaskan. Sudah jelas aku melihat di depan mata gua, lu mesra-mesraan.” Putra meninggalkan tempat itu dengan perasaan marah. Dewi buru-buru mengejar.
“ Buset….! Runyam jadinya.” Chandra pun segera meninggalkan gedung sekolah, namun pikirannya masih gundah, gelisah, karena sahabatnya salah paham.

Sabtu, 25 September 2010

Cerpen Remaja


ADIKKU KEKASIHKU
Langit cerah penuh dengan bintang, rembulanpun bersinar dengan  terang. Di seberang jalan tepatnya di mushala Arahman terdengar sayup-sayup orang mengaji. Malam yang sedemikian indahnya tak dapat membuat hatiku yang gundah gelisah  menjadi seindah malam ini.  Betapa tidak, adikku yang selama ini aku sayangngi telah seminggu terbaring di rumah sakit Budi Mulya.  Aku tidak tega untuk meninggalkan barang sesat. Ia selalu minta aku menungguinya. Ia tidak mau makan obat jika bukan aku yang  meminumkan.
Kedua orang tuaku tepatnya orang tua angkatku menjadi pusing tujuh keliling. Ia sudah berusaha membujuk Adikku untuk minum obat tapi  adikku tidak mau. Makan dan minumpun harus aku yang menyuapinya. Sementara aku harus  belajar, aku harus mengejar cita-citaku karena aku adalah satu-satunya harapan orang tua kandungku yang berada di kampong. Tapi aku tidak mungkin meninggalkan begitu saja adikku yang sedang sakit.
Malam semakin larut, namun mataku tidak bias terpejam. Kulihat kedua orang tua angkatku sudah tertidur di samping pembaringan Adikku. Sementara itu aku masih duduk di di kursi panjang di depan pintu kamar adikku. Sesekali kulihat adikku yang tangannya terpasang infus. Selimut telah menutupi seluruh tubuhnya kecuali mukannya.
“Mas Pram….” Kudengar adiikku memanggil. Aku pun buru-buru masuk kamar.
“ada apa, Endah.? Perlu saya ambilkan minum?”
“ Tidak usah. Mas..” Jawabnya lirih. Ia berusaha bangkit. Buru-buru  kucegah.
“ Jangan dibawa duduk Endah. “ ku baringkan kembali Adikku yang bernama Endah itu ke posisi semula.
“ Mas…, belum tidur? Tidurlah mas… besuk mas kan ke sekolah.”
“Mas belum ngantuk,  Endah tidur ya… supaya cepat sembuh. Ingatkan kata dokter. Endah harus banyak istirahat.”  Aku duduk di sampingnya sambil memegangi tangannya. Kulihat Endah tersenyum tipis. Masya Allah.. wajah itu kelihatan tenang dan bahagia bila aku duduk di sisi pembaringanya sambil memegang tangannya. Sudah beberapa hari ku perhatikan selalu begitu.
“ Mas pram…. Aku ingin menanyakan sesuatu padamu…”
“ Apa gak besok aja, Endah. Sekarang sudah malam. Ntar  lu kelelahan.”
“ Tidak Mas, aku takut tidak ada waktu lagi.” Terdengar suaranya memelas. Aku tidak melarang lagi. Aku hanya mengangguk.
“ Ingat mas… kata-kata mas sejak kita bertemu dulu? Sebelum mas resmi menjadi saudara angkatku? “
“ ya… aku takkan lupa, Endah. Kenapa itu lu tanyakan?”
“ Benarkah Mas Menyayangiku dan akan menjagaku?”  tangannya semakin erat memegangiku.
“ Tentu Endah…. Sampai kapanpun aku selalu menyayangimu dan akan menjagamu. Lu kan adikku”
“Jadi… Mas hanya menganggap aku sebagai adik?”
Aku tercengang dengan kata-katanya. Sampai beberapa saat lidahku tak sanggup ku gerakkan. ‘ Ya… endah. Kita kan sudah menjadi saudara. “ tiba-tiba tangannya terkulai dan matanya berlinang  air mata. Aku bingung mau berbuat apa dan harus berkata apa. Suasana menjadi hening.
Aku teringat kejadian beberapa hari yang lalu sebelum Endah Masuk rumah sakit. Waktu itu aku sedang berjalan dengan teman sekelasku bernama Mery Andani. Aku dan Mery makan bareng di kantin sekolah. Setelah pulang ke rumah Endah marah-marah kepadakku.
“Mas Pram…. Enak ya berjalan berduaan makan bareng di kantin dengan cewek cantik? “
“Lho… apa maksudmu Endah?” tanyaku bingung.
“ Gak usah berlagak bego deh, Mas….! Tadi pagi Mas makan bareng dengan Mery kan? Mas pacaran ya? Tega-teganya mas Begitu?”
“ Lu tu Ngomong apa si, Endah. Mas tu hanya makan bareng aja. Kok Pacaran… emang gak boleh ya kalau mas pacaran.” Kataku sambil mencolek pipinya.
“ ih…., gak usah colek-colek aku…. Sana pergi aja dengan pacarmu…. Gak usah perhatikan diriku lagi.” Ia langsung pergi masuk kamar dan akupun terduduk bingung.
Beberapa hari kemudian ketika aku sepulang mengantarkan Desi Temanku ke rumahnya, Endah pun marah bukan main.
“ Mas Pram….! Tiga hari yang lalu Mas pacaran dengan Mery, eh tadi malah ngantarin Desi ke rumahnya. Apa sih maksud Mas pram….? Kenapa Mas pram selalu menyakiti hatiku.” Lama aku terdiam. Rupanya adikku cemburu. Jangan-jangan adikku mencintaiku. Ah…, tidak mungkin. Ia marah mungkin karena ia sayang kepadaku . ku singkirkan jauh-jauh pikiranku dari dugaan kalau Endah mencintaiku.
“ Endah, Tadi Mas antarkan Desi itu karena ia pingsan di sekolah, jadi  Mas antarkan ia ke rumahnya.”
“ Kenapa mesti Mas Pram yang anterin. Bukankah  Dani itu  rumahnya berdekatan dengan Desi. Kenapa gak dia yang antar…!”
“ Kebetulan Dani tadi tidak bawa Motor. Lagian Maskan ketua PMR jadi mas punya kewajiban untuk antar dia pulang.”
“ Ah, alasan… jangan di kira Endah gak tau, kalau sebenarnya Mas tu naksir ama Desi. Ya kan…!?”
“ Astaghfirulah…. Endah. Mas tidak sejauh itu. Mas itu menganggap Desi itu sahabat. Begitu juga dengan yang lain. Mas belum siap untuk pacaran.”
“ Mas tinggal pilih, aku atau Desi dan teman-teman cewek Mas Pramono.”
Aku terkejut dengan pertannyaannya. Aku tidak bisa  menjawab. Lagian tidak penting untuk kujawab. Akhirnya Endah menggalkanku dengan menangis. Aku hanya duduk di kursi terpaku. Aku tidak berusaha mengejarnya.
“ Ada apa Pram? Kok Endah menangis…? Kamu bertengkar dengan adikmu ya?”
Tiba-tiba bu Murtopo , ibu angkatku datang. Aku terbuyar dari keterpakuanku.
“ Tidak bu…, saya juga tidak tahu kenapa adik tiba-tiba marah-marah pada Pram, Bu.” Jawabku berkilah.
“ Kalau memang tidak ada masalah kenapa Endah marah padamu dan sekarang menangis. Katakan  sejujurnya. Kamu itu sudah ibu anggap sebagai anakku sendiri. Jadi  tidak perlu kamu tutup-tutupi jika ada masalah.”
“ tadi Pram mengantar teman yang sakit ke rumahnya. Tapi Endah marah-marah”
“ Apa temanmu itu cewek?” Tanya Ibu seperti menyelidik.
“ Ya, Bu. Namanya Desi.”
“ Nah, itu yang membuat Endah marah, kamu tahu gak Pram… Endah itu akan sakit hatinya jika kamu berdekatan dengan teman wanitamu.”
“ Tapi, Bu… Pram kan  tidak….”
“ Ya, ibu tahu…. Kamu tidak pacaran dengan Desi. Tapi anggapan Endah kamu itu udah mengkhianatinya . Kenapa si Pram… kamu tidak bisa membuat  senang hati adikmu.”
Hatiku rasanya ingin menjerit dan memprotes kata-kata ibu angkatku, namun aku tidak berani. Aku tidak mau dianggap anak yang tidak berbakti kepada orang tua yang selama ini sudah banyak berbuat baik kepadaku. Apa mungkin kukorbankan sahabat-sahabtku demi adik angkatku. Tapi bila aku tidak menuruti adikku pasti ibu angkatku akan memarahiku. Dan aku juga tidak tega melihat adikku sedih. Oh Tuhan… apa yang harus kulakukan.
Aku tersentak ketika mendengar isak tangis Endah.
“Endah, kenapa menangis…., istirahatlah. Biar cepat sembuh ya.”
“Mas…, yang kuharapkan bukan hanya kasih sayang seorang kakak terhadap adiknya, tapi cinta seorang laki-laki terhadap wanita.”
Rasanya seperti ada petir menyambar tubuhku. Jantungku seolah olah berhenti berdetak.  Rupanya dugaanku selama ini benar, kalau adikku mencintaiku bukan menyayangiku sebagai kakaknya. Pantas saja jika aku berdekatan dengan teman wanita ia selalu marah-marah. Tapi hatiku tidak bisa menerimannya. Mana mungkin seorang kakak mencintai adiknya walaupun hanya adik angkat.
“ Mas… kenapa diam saja… jawab sekarang….!” Endah mendesakku.
“Lho Pram…. Endah terbangun ya?” tiba-tiba ibu yang tertidur pulas bangun dan mendekati kamu berdua.
“ Ayo, Mas…. Jawab….”
“ Pram…. Endah Tanya apa? Jawablah.” Ibu pun ikut mendesakku.
“ Baiklah endah mau Mas jujur?” Endah mengangguk tanda setuju.
“ Mas tidak mungkin mencintaimu, Endah. Mas ini kan kakakmu. Mana mungkin mencintaimu. Mas sayang kepadamu melebihi apapun juga, tapi bukan cintah Endah.” Akhirnya  ganjalan didadaku keluar lewat mulutku. Namun tak disangka-sangka Endah pingsan. Ibu menjerit-jerit dan Bapak pun Terbangun.
“Endah….! Bangun….bangun Endah….! Dokter….dokter…..” keadaan pun menjadi histeris kacau balau. Pasien  di kamar sebelah ikut terbangun. Aku segera memanggil dokter jaga.
“ Semua harap tenang dan tolong tinggalkan ruangan sebentar. Akan ku periksa sebentar anak ibu.” Dokter pun dengan cekatan memeriksa Endah. Aku hanya berdiri  kebingungan. Setelah dokter keluar kamar, ia menemui kami yag sedang panik di luar kamar.
“ Endah tidak apa-apa. Ia hanya mengalami goncangan jiwa. Nanti kalau sudah terbangun dari tidurnya ia akan baik-baik saja. Tolong jangan membuat hatinya tergoncang lagi, karena akan memperlambat proses penyembuhannya.”
Hatiku terpukul mendengar kata-kata dokter. Gara-gara aku Endah pingsan. Tapi aku terpaksa mengatakannya yang sebenarnya dari pada kelak akan jadi masalah.
Bapak masuk kamar. Aku mau ikut masuk, namun urung karena ibu memegang tanganku.
“ Ibu mau bicara dengan mu Pram.” Ibu mengajakku ke ruang tunggu yang sepi.
Tiba-tiba ibu menampar pipiku. Aku tercengang bukan kepalang. Karena selama ini ibu tidak pernah menamparku. Walaupun Ibu agak bawel tapi ia sayang kepadaku.
“ Pram…. Kau tahu perkataanmu tadi membahayakan nyawa adikmu…” kata-kata ibu lirih tapi tajam setaja pedang yang menghujam ke dadaku.
“ Maafkan Pram, Ibu…, saya tidak bermasud menyakiti hati Endah. Dan saya harus berkata dengan jujur, Ibu.”
“ Ya, tapi buktinya Setelah Kau berkata tidak bisa mencintainya ia menjadi terguncang.”
“ Terus saya harus berkata apa, Bu. Endah minta aku harus jujur.”
“ Emang kenapa kalau kau mencintai Endah, kan tidak ada salahnya. Mana janjimu katanya mau melindungi Endah?”
“ Pram akan berusaha menjaga Endah semampu Pram, Bu tapi kalau mencintainya pram tidak bisa”
“Pram…. Apa terlalu jelek Endah buatmu. Sehingga kau tidak bisa mencintainya.”
“ maaf, Bu. Bukan masalah cantik atau jelek, tapi Pram… belum mau memikirkan soal jodoh. Pram ingin sekolah saya tidak ingin mengecewakan kedua orang tua pram di kampung.”
“ Ibu tahu itu…, saya tidak menyuruhmu menikahi Endah sekarang. Tapi jangan membuat hatinya terluka macam tadi. Kalau terjadi apa-apa dengan Endah mesti kamu bertanggung jawab.”
Aku terdiam, tidak bisa menjawab lagi. Aku tidak mau berdebat dengan ibu angkatku lagi.
“ Pikirkan itu Pram….apa tega kamu melihat adikmu koma lagi….?”
“ ya bu…”  terpaksa aku mengiyakan kata-kata ibu. Karena aku tidak mau ibu marah. Yang kupikirkan sekarang Endah adikku yang sedang pingsan. Akhirnya Ibu mengajakku masuk ke kamar Endah. Kulihat endah tidur dengan nyaman. Ibu dan Bapak duduk menjaga Endah.
“ Pram… sekarang kamu tidur…. Sudah pukul 02. Besok kamu sekolahkan.” Bapak mendekatiku dan menyuruhku pindah ke tempat tidur di sebelah Endah. Aku tidak membantah lagi. Ku rebahkan badanku dan berusaha memejamkan mataku. Tak lama kemudian aku tidak ingat apa-apa lagi.
****
Tiga bulan telah berlu, Endah sudah sehat seperti biasanya. Kami pun melakukan aktivitas seperti biasanya. Sekolah bersama dan pulang pun aku selalu mengantarkannya sampai ke rumah. Namun aku sekarang sudah tidak serumah dengan Adikku. Aku Kos dekat sekolah. Kebetulan orang tua angkatku tidak keberatan. Namun sesekali aku tetap ke rumah orang tua angkatku dan tidur di sana.
Rupanya Tuhan tetap mengujiku, Teman-temanku wanita  dan pria tidak akrap lagi kepadaku. Namun itu bukan salah mereka. Itu semua karena aku selalu menjaga jarak dengan  teman-teman wanita. Semua itu ku lakukan demi Adikku. Aku tidak mau adikku sakit lagi karena melihat aku berdekatan dengan teman wanita. Kendati hatiku sakit tiada terkira  dijahui oleh sahabat-sahabatku aku tetap jalani ntah sampai kapan.
Sabtu sore seperti biasa aku mengantar Endah ke rumah. Ketika aku pamit Endah melarangku.
“Mas… pram…. Ku minta malam ini mas tidur sini. Aku ingin menyampaikan sesuatu pada Mas pramono.”
Aduh mulai lagi ni. Pikiranku mulai gelisah lagi. Pada hal aku harus pulang kampung. Karena kedua orang tua kandungku sudah kangen.
“ Tolong, Mas…. Sekali ini aku mohon.”
Aku tak kuasa menolak permintaannya.
“Baiklah, tapi besok pagi saya harus pulang kampong. Ayah dan Ibu menyuruhku pulang.”
“ ya, Mas. Terima kasih.” Jawab Endah. Aku merasa heran dengan sikapnya. Tidak biasa Endah setenang ini jika berbicara denganku.
Setelah sholat Maghrib Endah mengajak ngobrol di ruang tamu. Sementara Bapak dan Ibu menonton Televisi di ruang keluarga.
“Mas, Pram…maafkan aku. Selama ini aku membuat mas pram tersiksa.”
“ Kamu itu ngomong apa Endah, Mas tidak merasa tersiksa kok. Emang lu algojo pa?” aku berusaha membuat suasana ceria.
“ Mas jangan bohong…. Mas dijauhi oleh sahabat-sahabat karena Endah. Mas melakukan itu karena kasihan pada Endah. Aku  sadar betapa aku mencintaimu namun Mas tidak mencintaiku. Kata-kata orang bijak cinta tidak harus memiliki.”
“Maafkan, Mas pram, Endah. “
“ Mas Tidak perlu meminta maaf. Aku terlalu ego. Aku memaksakan kehendak untuk memilikimu. Hanya satu permintaanku padamu, Mas…! “
“ Katakan Endah….jangan ragu.”
“ Setelah Endah gak Ada disisihmu, jangan lupakan aku. Aku tetap adikmu. Kuharap aku selalu terukir di hatimu sebagai adikmu.”
“ Insya Allah adikku. Mas  akan selalu menyayangimu. “
Kami berduapun berpelukan dan saling menumpahkan  kasih sayangnya sebagai adik kakak. Namun pipi Endah basah dengan air mata. Aku tidak tahu air mata bahagia atau duka.
“jaga diri mas baik-baik. Dan ku doakan semoga mas kelak dapat jodoh yang benar-benar mencintaimu.”
“Mas juga mendoakan semoga adikku mendapat pasangan yang benar-benar mencintaimu dengan setulus hati.”
“ Selamat malam Mas. Besuk kalau mau pulang kampung kirim salam buat kedua orang tua Mas dan tidak usah menungguku bangun. Karena mungkin aku akan tidur lama.”
***Tamat***

Syair

NASIHAT BUAT SANG MURID
Ini adalah sebuah kisah kehidupan
Yang penuh dengan godaan
Disitu ditempa dan diuji iman
Demi perbaikan jalan kedepan

Wahai siswa siswi yang budiman
Lengkapi hidupmu dengan pedoman
Tuk mencapai cita dan cinta di depan
Agar engkau tak sesat jalan

Memang tak mudah tuk melakukan
Berkata itu mudah dibanding kenyataan
Karena hidup penuh dengan godaan
Yang dapat menggoyangkan iman

Engkau bisa mabuk oleh kebahagian
Kendati itu palsu dan dan hayalan
Namun tak sedikit yang kena hasutan
Oleh kebahagiaan yang bersifat tipuan

Oleh karna itu wahai anak-anakku
Kau harus bekali dirimu dengan ilmu
Tuk jauhkan penyimpangan prilaku
Oleh godaan setan yang merayu

Bermain dan bersuka ria itu perlu
Tapi jangan membuatmu terlupa waktu
Datangilah  setiap panggilan Tuhanmu
Tuk mengerjakan kewajiban lima waktu

Tak seorangpun tahu berapa lama hidupmu
Malaikat maut siap siaga di dekatmu
Menunggu peintah dari Tuhanmu
Untuk memisahkan nyawa dari ragamu

Bila kau lalai dengan kewajibanmu
Bekali diri ntuk perjalananmu
Pasti kau kan sesali nasipmu
Sebab tak ada jalan lagi ke hulu

Tiada lagi guna elok tubuhmu
Tiada lagi guna pintarnya ilmumu
Tak kan sertaimu kekasihmu
Bila kau telah terbujur kaku

Tangisan kekasihmu hanya sementara
Bosa-basi di hadapan semua manusia
Selang waktu bergulir seiring masa
 
                            Rimbo Bujang, 2010
                                     oleh A.Suwaji